STIFEST
MAU tahu bagaimana crowd daerah yang tidak dikenal sebagai basis musik nasional jika nonton konser? Sepi? Ah, jangan menghakimi. Mereka justru lebih heboh dibanding penonton di kota yang sering dianggap sebagai basis musik lo.
Tidak percaya?
Mataram, ibukota Nusa Tenggara Barat (NTB), minggu lalu diguncang festival musik yang cukup kencang. Tak cuma karena festivalnya, tapi juga karena ada bintang tamu dari Jogjakarta, pengusung punk melodic, My Pet Sally (MPS). Festival ini dinamakan STIFEST (Smansa Student Music Festival) dan diadakan oleh siswa-siswi SMA Negeri 1 Mataram (Smansa Mataram) sejak tahun 2002.
Tak main-main, karena festival ini digelar selama tiga hari (1-3 September 2005) termasuk penyisihan. Sampai akhirnya 10 finalis tampil di final dengan bintang tamu MPS tadi. Ada sekitar 30 band lokal yang ikut seleksi.
Jadi, jangan bayangkan suasana yang nyaman jika berada di gedung dengan 2000 penonton tanpa pendingin yang memadai. Panasnya minta ampun. Tapi jangan kaget, penonton kok asik-asik saja ya?
Yang mengagetkan penulis, acara se-akbar untuk ukuran lokal Mataram tersebut, digagas oleh sekelompok anak-anak putih abu-abu alias SMU. Yang punya gawe adalah SMU 1 Mataram. Salut buat mereka yang tidak kalah dengan anak-anak ibukota.
Lumayan, penonton ikut menyanyikan lagu "Cinta 18" yang masuk dalam kompilasi "Berpacu Dalam Melodic". Rupanya lagu ini cukup dikenal di daerah yang bisa dibilang cukup jauh dari basis musik di Pulau Jawa.
Sekedar catatan, penonton tampaknya harus belajar menghargai penonton lain. Pasalnya, ketika sempat bersenggolan, mereka langsung bersitegang. Eh, mas.. Ini bukan konser dangdut yang senggol bacok lo ya? Untung saja mereka cepat sadar diri, sehingga tidak terjadi keributan yang lebih luas.
Terlalu singkat memang, karena 20 menit yang digeber, tidak terasa sudah berlalu. meski crowd masih minta tambahan lagu, panitia lokal bersikukuh tidak mengabulkan. Maklum, sudah mulai larut malam.
Untuk sebuah perhelatan musik, STIFEST ini patut diacungi jempol, meski baru satu jempol. Siapa tahu, ada musisi nasional yang kelak muncul dari ajang ini. (joko/foto: istimewa)
Tidak percaya?
Mataram, ibukota Nusa Tenggara Barat (NTB), minggu lalu diguncang festival musik yang cukup kencang. Tak cuma karena festivalnya, tapi juga karena ada bintang tamu dari Jogjakarta, pengusung punk melodic, My Pet Sally (MPS). Festival ini dinamakan STIFEST (Smansa Student Music Festival) dan diadakan oleh siswa-siswi SMA Negeri 1 Mataram (Smansa Mataram) sejak tahun 2002.
Tak main-main, karena festival ini digelar selama tiga hari (1-3 September 2005) termasuk penyisihan. Sampai akhirnya 10 finalis tampil di final dengan bintang tamu MPS tadi. Ada sekitar 30 band lokal yang ikut seleksi.
The Final
Final digelar 3 September 2005 di Gedung Taman Budaya Mataram yang berkapasitas 2000 penonton. Yang membedakan Mataram dengan penonton di pulau Jawa adalah, crowd di NTB "malu" kalau nonton tidak bayar. Alhasil tiket terjual habis. Di pulau Jawa, penonton masih "malu" kalau tidak sukses menjadi penerobos.Jadi, jangan bayangkan suasana yang nyaman jika berada di gedung dengan 2000 penonton tanpa pendingin yang memadai. Panasnya minta ampun. Tapi jangan kaget, penonton kok asik-asik saja ya?
Yang mengagetkan penulis, acara se-akbar untuk ukuran lokal Mataram tersebut, digagas oleh sekelompok anak-anak putih abu-abu alias SMU. Yang punya gawe adalah SMU 1 Mataram. Salut buat mereka yang tidak kalah dengan anak-anak ibukota.
MPS Time!
Menunggu 10 finalis main, tentu butuh energi tersendiri. Tak heran MPS sebagai bintang tamu baru naik panggung sekitar pukul 23.oo WITA. Mendapat jatah 5 lagu, membuat Renyka (Bass/Vocal), Deasy (Guitar), dan Jimbo (drum), seperti tak ingin kehilangan momen untuk langsung menggebrak. Dibuka dengan lagu "Fighting Fist", penonton yang sudah menunggu sejak sore hari, langsung maju ke bibir panggung. Disusul gempuran lagu selanjutnya "Halo Ibu Kos", "Gerombolan Siberat" dan tentu saja singel "Cinta 18".Lumayan, penonton ikut menyanyikan lagu "Cinta 18" yang masuk dalam kompilasi "Berpacu Dalam Melodic". Rupanya lagu ini cukup dikenal di daerah yang bisa dibilang cukup jauh dari basis musik di Pulau Jawa.
Sekedar catatan, penonton tampaknya harus belajar menghargai penonton lain. Pasalnya, ketika sempat bersenggolan, mereka langsung bersitegang. Eh, mas.. Ini bukan konser dangdut yang senggol bacok lo ya? Untung saja mereka cepat sadar diri, sehingga tidak terjadi keributan yang lebih luas.
Terlalu singkat memang, karena 20 menit yang digeber, tidak terasa sudah berlalu. meski crowd masih minta tambahan lagu, panitia lokal bersikukuh tidak mengabulkan. Maklum, sudah mulai larut malam.
Catatan Penulis
Catatan dari penulis. Festival ini memang bukan festival yang terbaik, tapi paling tidak memberi gambaran Mataram (dan sekitarnya) punya keinginan untuk berkembang di bidang musik. Yang harus diperhatikan oleh komunitas musiknya, referensi musiknya harus lebih dikembangkan, supaya tidak tertinggal dengan daerah lain.Untuk sebuah perhelatan musik, STIFEST ini patut diacungi jempol, meski baru satu jempol. Siapa tahu, ada musisi nasional yang kelak muncul dari ajang ini. (joko/foto: istimewa)
disadur dari: www.tembang.com
ssssseru abis... inget2 taun 2005!
BalasHapusbuah kerja Muti Cs. ya? he he he... selamat2...
BalasHapus